KAIDAH MEMAHAMI HADIS

KAIDAH MEMAHAMI HADIS


Memahami hadis tidak cukup hanya berbekal bahasa Arab, tetapi dibutuhkan seperangkat ilmu, seperti Ma`ani al-hadis, Naskh, Asbab wurud, kaidah-kaidah ushul fiqh, dll.
Untuk mempermudah dan mendapatkan pemahaman yang benar, disusunlah beberapa kaidah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Memahami Hadis dengan memperhatikan kaidah-kaidah ushul Fiqh
Beberapa kaidah misalnya:
الأمر بالشيئ أمر بوسائله
الأمر للوجوب
الأمر بعد النهي للإباحة
Harus diperhatikan dan sekaligus dijadikan alat untuk memahami hadis
Memahami Hadis harus memperhatikan kata dan kalimat secara cermat
Cukup banyak orang yang memahami hadis tidak memperhatikan struktur dan susunan kalimat, sehingga menjadi tidak tepat sasaran. Dan ini dapat berbahaya karena akan memberikan makna yang jauh dari yang dikehendaki Nabi.
Memahami Hadis harus memperhatikan fungsi hadis secara cermat
Cukup banyak orang yang memahami hadis tidak memperhatikan fungsi hadis secara cermat. Padahal Nabi Muhammad SAW. Meskipun sebagai Nabi dan Rasul, tetapi pada saat yang bersamaan, beliau juga sebagai seorang manusia biasa. Karena itu harus dibedakan antara hadis-hadis yang berkenaan dengan kehidupan Nabi sebagai manusia biasa yang dipengaruhi oleh kondisi, ruang, dan waktu, serta kebiasaan lokal, dengan hadis-hadis yang berkenaan dengan Kenabian dan kerasulan beliau. Kalau hal ini tidak diperhatikan, maka akan keliru dan ini dapat berbahaya karena akan memberikan makna yang jauh dari yang dikehendaki Nabi.
Memahami Hadis Menurut Alquran
Alquran merupakan pedoman umum, sedangkan al-Sunnah merupakan bayan/penjelas, yang karena itu tidak boleh ada al-Sunnah yang bertentangan dengan Alquran. Jikalau ada al-sunnah yang tampak bertentangan dengan Alquran, maka kemungkinannya hadis itu tidak benar, atau pemahamannya yang salah, atau pertentangannya yang wahm, bukan sebenar pertentangan.
Karena itu hadis:
كنت أخرج في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم صاعا من تمر أو صاعا من زبيب أو صاعا من شعير أو صاعا من أقط
Tidak boleh dipahami bahwa yang harus dizakati ialah hanya 4 macam saja, yaitu tamar, zabib, syair, dan aqit, tetapi harus kembali kepada penjelasan umum Alquran, yakni:
وهو الذى أنشأ جنات معروشات وغير معروشات والنحل والزرع مختلفا أكله والزيتون والرمان متشابها وغير متشابه كلوا من ثمره اذا اثمر واتوا حقه يوم حصاده ولا تسرفوا ان الله لا يحب المسرفين
Karena itu hadis Gharaniq tidak dapat dibenarkan. Hadis itu berbunyi:
تلك هي الغرانيق العلى و إن شفاعتهم لترجى
Yang diselipkan diantara ayat-ayat yang justru mencelanya:
افرأيتم اللات والعزى ومنوة الثالثة الاخرى الكم الذكر و الانثى تلك اذا قسمة ضيزى ......
Juga hadis:
شاوروهن وخالفوهن
Yang menafikan ayat:
فإن ارادا فصالا عن تراض منهما وتشاور فلا جناح عليهما
Dll.
Menghimpun hadis-hadis setema
Untuk mendapatkan pemahaman yang benar diperlukan penghimpunan hadis-hadis yang setopik, untuk mengembalikan yang mutasyabihat kepada yang muhkam, yang mutlak kepada yang muqayyad, dan menafsiri yang umum dengan yang khusus.
Sebagai contoh hadis:
ثلا ثة لا يكلمهم الله يوم القيامة : المنان الذى لا يعطي شيئا الا منة والمنفق سلعته بالحلف الكاذب والمسبل ازاره رواه مسلم وغيره
Kalau hadis ini tidak dipahami dengan mempertimbangkan hadis setema lainnya akan dapat dipahami secara salah, sebab dalam memahami والمسبل ازاره akan dipahmi setiap orang yang menjulurkan pakaiannya. Namun yang dimaksud di sini ialah karena kesombongannya, didasarkan kepada beberapa hadis lainnya, antara lain:
من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله اليه يوم القيامة قال ابو بكر يا رسول الله إن احد شقي ازاري يسترخى إلا ان اتعاهد ذلك منه فقال النبي صلعم: لست ممن يصنعه خيلاء
لا ينظر الله إلى من جر ثوبه خيلاء رواهما البخاري
Dengan melihat hadis-hadis ini pemaknaan harus ditujukan kepada orang- والمسبل ازاره orang yang menjulurkan pakaiannya secara sombong, dan tidak untuk setiap orang yang menjulurkan pakaiannya saja.
Memahami hadis menurut sebab, konteks, dan maksudnya
Untuk memahami hadis secara tepat dibutuhkan pengetahuan tentang sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi timbulnya hadis, sehingga dapat ditemukan illat yang menyertainya. Kalau ini tidak dipertimbangkan, maka pemahaman akan menjadi salah dan jauh dari tujuan syari`.
Contohnya:
أنتم أعلم بأمر دنياكم ...الحديث رواه مسلم
Hadis ini tidak tepat apabila dimaknai, untuk urusan dunia Rasul menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam, karena dalam berbagai bidang: ekonomi, sosial,politik dll. Rasul telah memberikan garis yang jelas. Hadis ini harus dipahmi menurut sebab khusus yang menyertainya, yakni bahwa untuk urusan penyerbukan kurma, maka para petani Madinah memang lebih ahli ketimbang Rasul.
Contoh lainnya, seperti hadis:
لا تسافر امر أة إلا معها محرم رواه البخاري ومسلم
Hadis ini kurang tepat kalau dimaknai setiap perempuan (kapan dan dimanapun) tidak boleh bepergian sendiri, ia harus disertai mahram. Illat hadis ini sesungguhnya ialah kekhawatiran akan terjadi fitnah dan bahaya bagi perempuan yang bepergian sendiri dengan melewati padang pasir serta banyaknya penyamun diperjalanan. Karena itu ketika kondisi telah aman dan kekhawatiran telah sirna, tidaklah mengapa perempuan bepergian sendiri.
Memahami hadis dengan membedakan sarana yang berubah dengan tujuan yang tetap
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami hadis, harus dapat membedakan sarana dan sasaran atau tujuan. Kesalahan terbanyak biasanya menganggap sama keduanya. Tujuan itulah yang seharusnya menjadi tuntunan kita bukan sarana, yang setiap waktu dapat berubah.
Contohnya:
خير ما تداويتم به الحجامة. رواه احمد وغيره
Hadis ini memberitahukan bahwa sebaik-baik obat ialah berbekam. Berbekam ini merupakan sarana, jadi ketika telah ditemukan obat yang lebih baik, berbekam tidak lagi dianggap yang terbaik, dan ini tidak menyalahi hadis.
Contoh lainnya:
صوموا لرؤ يته وافطروا لرؤيته فإن غم عليكم فاقدروا له. رواه اليخاري وغيره
Hadis ini harus dipahami bahwa melihat bulan dengan mata kepala itu merupakan sarana, tetapi ketika telah ditemukan sarana yang lebih canggih dengan kemajuan ilmu fisika dan hisab serta astronomi, maka melihat dengan mata tidak mesti dipahami secara kaku. Sebab yang menjadi tujuan disini adalah mengetahui perubahan bulan Qamariyyah, dan bukan “melihat”nya
Memahami hadis dengan membedakan yang hakiki dan majazi
Ketika yang hakiki dan yang majzi tidak dibedakan, maka akan terjadi pembuangan hadis-hadis shahih, sebab bentuk majazi/metafororis ini justru banyak ditemukan. Karena itu harus dicermati dan memahaminya secara tepat.
Contohnya:
الحمى من فيح جهنم فابردوها بالماء متفق عليه
Penyakit panas yang dikatakan berasal dari neraka Jahannam itu hanyalah kata kiasan, dan bukan sesungguhnya.
الحجر الأسود من الجنة رواه احمد وغيره
Bahwa hajar Aswad itu berasal dari surga juga hanya kata metaforis dan tidak hakiki
اعلموا أن الجنة تحت ظلال السيوف . متفق عليه
Demikian juga bahwa surga itu berada dibawah bayang-bayang pedang, hanyalah kata majzi yang tidak hakiki.
Memahami hadis dengan membedakan alam ghaib dengan alam nyata
Kalau masalah ini tidak diperhatikan, akan banyak hadis shahih yang buang, karena dianggap tidak rasional. Untuk urusan akhirat sesungguhnya merupakan hal gaib karena itu kita hanya bisa menerima informasi saja, tentu dengan mempertimbangkan pembawa informasi tersebut.
Contohnya:
إن فى الجنة لشجرة يسير الراكب فى ظلها مائة عام لا يقطعها. متفق عليه
Kalau ini dipahami secara kacamata duniawi, sangat mustakhil; mana ada pohon yang lindungannya tidak cukup dilalui pengendara selama seratus tahun. Tapi jangan lupa bahwa dalam Alquran juga ada informasi yang mirip dengan ini, yakni:
وإن يوما عند ربك كألف سنة مما تعدون (القران: الحج: 27)
Bahwa satu hari di sisi Rabb adalah sama dengan 1000 tahun dari hatungan kita.
Memahami hadis dengan memastikan konotasi makna
Perubahan bahasa dari waktu kewaktu terus terjadi, karena itu dalam memahmi hadis tidak boleh hanya terpaku dengan bahasa yang berkembang sekarang, tanpa menelusuri konotasi makna sebagaimana terjadi pada masa Nabi. Hal ini untuk menghindari kesalahan maksud, dengan perubahan makna bahasa tersebut.
Contohnya ialah pemaknaan kata kata
تصوير dan مصور
Yang banyak ditemukan dalam teks-teks hadis shahih, yang maksudnya ialah menggambar dan penggambar yang ada bayang-bayangnya, dan sekarang dikenal dengan kata memahat dan pemahat. Padahal dengan berkembangnua bahasa, saat ini kata tashwir dan mushawwir, yang dalam hadis akan diancam dengan ancaman yang sangat pedih itu diartikan memotret dan memotret /fotografer.
Karena itu kata-kata tersebut tidak boleh dimaknai sebagaimana makna yang berkembang sekarang, tetapi harus dikembalikan pada makna aslinya.


...............................................................

sumber : data/ dok/PC friends, dan jika kami tak menemukan diantara sumber dan/ id penulis Sebagian atau kurang lengkap ,maka mohon maaf jika sumber resmi tak kami cantumkan. punya ijin publish by owner data/pc. dengan alasan agar lebih bermanfaat untuk sesama , jika kemudian ada pihak yang merasa keberatan/ dirugikan maka silahkan konfirmasi/ komentar/ CALL. akan kami tanggapi segera.terima kasih (mizan berbagi, wonosobo/banjarnegara CP : 081327327643)

No comments:

Post a Comment

silahkan! protes!!! Selagi masih gratis..he he. cp 085747475779