makalah SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN

SEJARAH
KODIFIKASI AL-QUR’AN

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah BBTQ
yang Diampu oleh Bapak Muzaki


Oleh
Ahmad Jauharudin





PRODI PAI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2010
A. PENDAHULUAN
Di kalangan ulama, terminologi pengumpulan A-Qur’an(jam’ Al-Qur’an) memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al-Qur’an dan konotasi penulisanya secara keseluruhan. Pengumpulan Al Qur’an dilakukan guna membuat penulisan Al Qur’an yang valid. Pengumpulan dan penulisan Al Qur’an pun mulai dilaksanakan dari masa ke masa, mulai dari khalifah yang pertama hingga khalifah yang terakhir.
Pengumpulan dan penulisan Al Qur’an tersebut bertujuan untuk memudahkan umat Islam agar dengan mudah mendapatkan Al Qur’an dan bias mempelajarinya. Lalu, bagaimanakah pengumpulan dan penulisan Al Qur’an saat itu. Dalam makalah ini pemakalah mencoba mengupas sejarah singkat tentang kodifikasi Al Qur’an, semoga bermanfaat.

















B. PEMBAHASAN
1. Proses penghafalan Al-Qur’an
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu ketika datang wahyu, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Dengan demikianNabi adalah orang pertama yang menghafal Al-Qur’an. Tindakan Nabi merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya. Imam Bukhori mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’anya sesuai dengan riwayatnya:
عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال : سمعت رسول الله ص.م يقول : خذوا القرآن من أربعة : من عبد الله بن مسعود و سالم ومعاذ وأبي بن كعب.
Artinya :
“ Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘amr Al-‘Ash bahwa Rasulallah pernah bersabda, “Ambillah Al-Qur’an dari empat orang, yaitu ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu;adz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab.”

2. Proses Penulisan Al-Qur’an
a. Pada masa Nabi
Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam dalam bentuk tulisan .Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mecatat wahyu, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Abban bin Sa’id, Khalid bin Al-Walid, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah korma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis-menulis Al-Qur’an pada masa Nabi di samping dilakukan oleh para sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainya. Kegiatanya itu didasarkan pada hadis Nabi –sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim- yang berbunyi:
لا تكتبوا عني شيأ الا القرآن و من كتب عني سوى القرآن فليمحه. ( رواه مسلم )
Artinya:
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.”
• Faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
a) Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
b) Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hafalan para sahabat saja tidak cukup. Dan sebagian dari mereka ada yang sudah wafat.
• Pada masa Nabi ini penulisan al-Qur’an tidak ditulis pada satu tempat melainkan terpisah-pisah. Alasanya:
a) Proses penurunan Al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan menasakh ayat sebelumnya.
b) Penyusunan ayat dan surat Al-Qur’an tidak sesuai dengan turunya.
b. Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Pada dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi . Hanya saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an Yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berdasarkan atas usulan Umar yang khawatir akan hilangnya Al-Qur’an bersama hilangnya para penghafal Al-Qur’an setelah terjadi perang Yamamah pada tahun 12 H yaitu peperangan yang bertujuan menumpas para pemurtad yang merupakan pengikut Musailamah Al-Kadzdzab telah menyebabkan 70 orang sahabat penghafal Al-Qur’an mati syahid.
Kemudian Abu Bakar menginstruksikan tugas penghimpunan Al-Qur’an ini kepada Zaid bin Tsabit yang pada awalnya beliau enggan melakukanya akan tetapi setelah diberi penjelasan oleh Abu Bakar akan pentingnya penghimpunan Al-Qur’an melihat keadaan umat islam pada zaman itu beliau melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima yang hanya brdasarkan hafalan tanpa didukung tulisan. Sesuai pesan Abu Bakar dan Umar kepadanya:
أقعدا على باب المسجد فمن جاء كما بشاهدين علي شيئ من كتا ب الله فاكتباه.
Artinya:
“Duduklah kalian didekat pintu masjid. Siapa saja yang dating kepada kalian membawa catatan Al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.
من كان تلقى من رسول الله ص.م. شيأ من القرآن فليأت به وكانوا يكتبون ذلك الصحف والألواح والعسب وكان لايقبل من أحد شيأ حتي يشهد شهيدان.
Artinya:
“Siapa saja pernah mendengar seberapa saja ayat Al-Qur’an dari Rasulallah sampaikanlah (kepada Zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada suhuf, papan. Dan pelepah kurma. Zaid sendiri tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.”
Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kyrang lebih satu tahun, yaiti pada tahun 13 H. Setelah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an ini selesai, kemudian berdasarkan musyawarah ditentukan bahwa bahwa Al-Qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan Mushaf .
c. Pada masa Umar bin Khattab
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah Umar. Setelah Umar wafat , Mushaf itu disimpan Hafshah dan bukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan sebagai khalifah yang menggantikan ‘Umar. Mengapa itu tidak diserahkan kepada setelah ‘Umar? Pertanyaan itu logis. Menurut Zurzur, ‘Umar memiliki pertimbangan lain bahwa sebelum wafat, ia memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk bermusyawarah untuk menentukan salah seorang diantara mereka yang dapat menjadi khalifah. Kalau ‘Umar memberikan Mushaf kepada salah seorang diantara mereka, ia khawatir dianggap mendukung sahabat yang memegang Muushaf tersebut. Oleh karena itu, ia menyerahkan Mushaf yang sangat bernilai kepada Hafshaoh terlebih lagi dia adalah istri Nabi dan menghafal Al-Qur;an secara keseluruhanya.
d. Pada Masa ‘Utsman bin ‘Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan telah banyak para qurro’ulqur’an yang menyebar di berbagai negara, dengan menyebarnya para qurro’ ini menyebar pula ajaran-ajaran mereka yang antara Negara yang satu dengan yang lain berbeda. Keika terjadi perkumpulan diantara murid-murid mereka sering terjadi pengolok-olokan antara mereka bahkan antara mereka ada yang mengkafirkan yang lain karena menganggap bacaanya paling benar dan menganggap bacaan orang lain salah dan tidak sesuai dengan bacaan Nabi.
Melihat kejadian yang memprihatinkan ini para sahabat sangat khawatir akan terjadinya penyimpangan dan perpecahan antara umat islam akhirnya sahabat Nabi yang bernama Hudzzaifah Al-Yaman mengusulkan kepada khalifah Usman untuk menyatukan bacaan al-qur’an menurut satu imam yang dipercaya dan masyhur. Khalifah Usman menyetujui atas usulan sahabat Hudzaifah dan langkah pertama yang dilakukan yaitu membentuk tim penyalinan al-Qur’an dalam satu mushaf dan satu bacaan yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair. Sa’id bin ‘Ash dan Abdurrahaman bin Haris. Setelah itu Khalifah Usman mengirim surat kepada Hafshoh untuk berkenan meminjamkan mushaf yang ada pada dirinya yang telah diamanati oleh Khalifah Abu Bakar untuk menjaganya. Dari surat itu Hafsah juga tidak merasa keberatan karena apa yang dilakukan oleh Khalifah Usman membawa dampak yang positif bagi generasi Islam selanjutnya.
Dengan penuh hati-hati dan penuh tanggung jawab tim ini melaksanakan tugas yang mulia dengan baik. Setelah penyalinan al-Qur’an ini selesai, barulah Khalifah Usman mengirim salinan-salinan tersebut ke beberapa Negara agar umat islam bersatu dalam bacaan yang sesuai dengan mushaf tersebut. Mushaf yang dibuat oleh Khalifah ini akhirnya dikenal dengan Mushaf Usmani dan mushaf inilah yang sampai sekarang berada adapan kita. Alhamdulillah.
e. Tanda yang Mempermudah Membaca Al-Quran
Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan diperpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan umat islam dilarang untukmelihatnya.
Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkanuntuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opa sampai tahun 1923 M. Tapi setelahterbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya meminta kepada parlemenRusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan,negara di bagian asia tengah). Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki.
Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai suatu saat ketika umat islam sudahterdapat hampir di semua belahan dunia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorangsahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I'rab) yang berupa tanda titik.
Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata "Warasuulihi" yang seharusnya dibaca "Warasuuluhu" yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.
Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti "adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham seperti "ghafurrur rahim".
Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.
Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca),ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al Quran adalah Tajzi' yaitu tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri. Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.
Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran. Mushaf Al Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia. Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman , Fluegel, menerbitkan Al Quran yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat.
Sayangnya, terbitan Al Quran yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al Quran dilakukan umat islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.
Cetakan Al Quran yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.












C. PENUTUP
Pada dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi . Hanya saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar kemudian disusul oleh kholifah yang lain yaitu Kholifah Umar bin Khatab dan Kholifah Utsman bin Afan.
Yang mana dalam setiap periode penulisan Al Qur’an mengalami perkembangan dalam berbagai aspek. Entah itu berkaitan dengan tanda baca dan lain sebagainya. Kesempurnaan penulisan Al Qur’an membuat umat Islam lebih mudah untuk membaca dan mempelajarinya.

No comments:

Post a Comment

silahkan! protes!!! Selagi masih gratis..he he. cp 085747475779